PEMANFAATAN BATU BARA
Bab
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu
daerah penghasil tambang batu bara terbesar di dunia. Salah satu daerah
penghasil tambang terbesar di Indonesia adalah Kalimantan Selatan. Pertumbuhan
tambang di Kalimantan Selatan sendiri semakin pesat karena semakin banyak lahan
tambang baru yang ditemukan.
Di bidang industri semen sendiri Batu
bara masih memainkan peran yang penting dalam kombinasi energi utama dunia, dimana
memberikan kontribusi sebesar 23.5% dari kebutuhan energi utama dunia Dalam
industry semen, energy panas merupakan kebutuhan yang paling utama, yaitu untuk
operasi pembakaran dalam tanur putar. Pemilhan batubara sangat penting untuk
pemanfaatannya dalam industri semen karena kualitas batubara (fisika-kimia)
yang sangat bergantung pada sumber pemasok, akan mempengaruhi kualitas semen
dan operasi pabrik.
Operasi
pembakaran pada industri semen merupakan langkah yang paling kritis dalam
setiap operasi, baik ditinjau secara teknis maupun secara ekonomis. Operasi
pembakaran menentukan operasi pada unit-unit yang lain, serta memerlukan
pemakaian energy panas yang nilainya dapat mencapai 30% dari biaya operasi
keseluruhan. Produktifitas dari industry semen umumnya ditentukan oleh
produkstifitas unit tanur putarnya. Sedangkan produktifitas tanur putar umumnya
ditentukan oleh run factornya, yang umumnya ditentukan oleh ketahanan lapisan
batu tahan apinya.
Pemakaian
bahan bakar dengan jenis batubara tertentu dalam operasi pembakaran dalam dalam
industri semen dapat menghasilkan produktifitas yang berbeda apabila
dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar jenis lain. Misalnya operasi
pembakaran dengan bahan bakar batubara akan memerlukan konsumsi panas persatuan
produk yang lebih besar, dibandingkan pemakaian bahan bakar minyak atau bahan
bakar gas. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pola operasi pembakaran dari
ketiga jenis bahan bakar tersebut yaitu bahan bakar gas, cair dan padat.
Operasi pembakaran batubara akan memerlukan pemakaian udara dingin yang jauh
lebih besar sedangkan sebaliknya operasi pembakaran memakai bahan bakar minyak
(BBM) atau gas alam akan memakai udara pada suhu tinggi yang lebih besar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan
batubara?
2. Bagaimana sifat dan karakteristik
batu bara yang bagus untuk industri semen ?
3. Bagaimana operasi pemakaian batu
bara dalam industri semen?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui arti batubara secara
umum,
2. Mengetahui sifat dan karakteristik
batu bara yang bagus daam industri semen
3. Mengetahui operasi pemakaian batu
bara dalam industri semen
Bab
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Batubara
Batubara adalah bahan galian yang terbentuk dari sisa
tumbuhan sebagai bahan bakar. Materi pembentuk Batubara adalah Alga, Silofita,
Pteridofita, Gimnospermae, dan Angiospermae. Kelas dan Jenis batubara yaitu :
1. Antrasit
2. Bituminus
3. Sub bituminus
4. Lignit
5. Gambut
Pembentukan batubara dapat terjadi secara diagnetik atau
biokimia dan tahap malihan atau geokimia. Sumber daya batubara di Indonesia
jumlahnya sangat melimpah seperti di Kalimantan Selatan yang cukup untuk
pasokan energi beberapa tahun kedepan.
Energy panas yang dihasilkan batu bara merupakan
kebutuhan utama dalam industry. Dalam industry semen, energy panas merupakan
kebutuhan yang paling utama, yaitu untuk operasi pembakaran dalam tanur
putar(Kiln)
2.2 Uraian Teknis Tentang Jenis Bahan Bakar
Operasi pembakaran pada tanur putar
merupakan langkah yang paling kritis dalam setiap industry semen, baik ditinjau
secara teknis maupun secara ekonomis. Operasi pembakaran di tanur putar
menentukan operasi pada unit-unit yang lain, serta memerlukan pemakaian energy
panas yang nilainya dapat mencapai 30% dari biaya operasi keseluruhan.
Produktifitas dari industry semen umumnya ditentukan oleh produkstifitas unit
tanur putarnya. Sedangkan produktifitas tanur putar umumnya ditentukan oleh run
factornya, yang umumnya ditentukan oleh ketahanan lapisan batu tahan apinya.
Aspek utama yang paling berpengaruh
terhadap ketahanan lapisan batu tahan api dan efesiensi operasi pembakaran
dalam tanur putar, adalah dalam jenis bahan bakar yang dipakai. Untuk kedua
tujuan tersebut diperlukan operasi pembakaran yang dapat menghasilkan nyala
yang stabil dan suhu yang setinggi mungkin.
Pemakaian bahan bakar dengan jenis
batubara tertentu dalam operasi pembakaran dalam tanur putar dapat menghasilkan
produktifitas yang berbeda apabila dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar
jenis lain. Misalnya operasi pembakaran dengan bahan bakar batubara akan
memerlukan konsumsi panas persatuan produk yang lebih besar, dibandingkan
pemakaian bahan bakar minyak atau bahan bakar gas. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan pola operasi pembakaran dari ketiga jenis bahan bakar tersebut yaitu
bahan bakar gas, cair dan padat. Operasi pembakaran batubara akan memerlukan
pemakaian udara dingin yang jauh lebih besar sedangkan sebaliknya operasi
pembakaran memakai bahan bakar minyak (BBM) atau gas alam akan memakai udara
pada suhu tinggi yang lebih besar.
Disamping itu, operasi pembakaran
batubara juga akan menghasilkan suhu nyala yang lebih rendah serta stabilitas
yang kurang baik dibandingkan dengan minyak atau gas alam, kedua hal ini akan
memperpendek umur dari lapisan batu tahan api. Keadaan inilah yang menyebabkan
operasi pembakaran dengan memakai batubara akan kurang produktif dibandingkan
dengan operasi pembakaran dengan minyak atau gas alam. Tidak produktif dari segi
teknis antara lain karena :
a. Konsumsi
panas persatuan produk
b. Umur
lapisan batu tahan api atau dengan kata lain produktifitas tanur putar yang berarti
produktifitas pabrik semen secara keseluruhan secara ekonomis dapat dinyatakan
bahwa operasi dengan memakai batubara akan kurang ekonomis dibandingkan dengan
memakai minyak atau gas alam, antara lain :
-
Naiknya biaya operasi pembakaran
-
Naiknya biaya operasi batu tahan api
-
Naiknya biaya produksi semen akibat
penurunan produksi semen
Mengingat jenis dan kualitas batubara di
Indonesia sangat seragam, maka secara umum dapat dikatakan bahwa produktifitas
pemakaian batubara dalam operasi pembakaran pada tanur putar akan menurun
sebanyak 10-20% dibandingkan dengan pemakaian minyak atau gas alam.
2.3 Batubara Sebagai Bahan Bakar Dalam Industri Semen
-
Sifat-Sifat Batubara
Seperti diketahui bahwa batubara
merupakan suatu campuran padatan yang sangat heterogen dan terdapat dialam
dengan tingkat atau grade yang berbeda, mulai dari lignit, sub bitumine,
bitumine sampai antrasit. Sebagai padatan, batubara terdiri atas kumpulan
maceral (vitrinite, eksinite dan enertinite) dan mineral (clay, kalsit dan
lain-lain).
Dilihat dari unsur-unsur pembentuk
batubara terdiri dari carbon, oksigen, nitrogen sedikit sulfur, fosfor dan
lain-lain. Sedangkan dari segi struktur molekul, dapat dibedakan atas aromatic
dan aliphatic. Oleh karena itu dalam industry semen, batubara digunakan sebagai
bahan bakar, maka panas pembakaran, hasil-hasil pembakaran dan sisa-sisa
pembakaran perlu diketahui terutama apabila hal-hal tersebut dapat mengganggu
kualitas semen yang akan dihasilkan.
Sifat-sifat
batubara dapat dilihat dengan analisa sebagai berikut :
a. Analisa
Proksimat, terdiri atas :
-
Lengas (moisture) yang berupa lengas
bebas (free moisture), lengas bawaan (inherent moisture) dan lengas bawaan
(total moisture).
-
Kadar abu (ash)
-
Carbon (fixed carbon)
-
Zat terbang (volatile matter)
b. Analisa
Ultimate, terdiri atas analisis unsure-unsur : C, H,O, N juga S dan phosphor
serta Cl.
c. Nilai
Kalor, terdapat dua macam nilai kalor, yaitu :
-
Nilai kalor net, yaitu nilai kalor
pembakaran dihitung dalam keadaan semua air (H2O) berujud gas.
-
Nilai kalor gross, yaitu nilai kalor
pembakaran diukur dalam keadaan semua air (H2O) berujud air.
d. Total
Sulphur
Sulphur
atau belerang dapat berbeda dalam batubara sebagai mineral pirite, markasite,
Ca sulphat atau belerang organic yang pada pembakarannya akan berubah menjadi
SO2.
e. Analisa
Abu
Abu
yang terjadi dalam pembakaran batubara akan membentuk oksida-oksida sebagai berikut
SiO2, Al2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O. abu inilah yang terutama akan
secara padatan bercampur dengan klinker dan mempengaruhi kualitas semen. Namun
demikian kadar abu batubara di Indonesia biasanya hanya berkisar antara 5%
sampai 20% saja.
f. Hardgrove
Grindability Index
Merupakan
suatu bilangan yang dapat menunjukan mudah sukarnya batubara digerus menjadi
bahan bakar serbuk. Makin kecil bilangannya, makin keras keadaan batubaranya. Sesuai
dengan sifatnya, batubara umumnya dibagi atas empat macam yaitu :
-
Antrasit, mengandung sedikit volatile
matter
-
Bitumine, mengandung medium volatile
matter
-
Lignit, mengandung banyak volatile
matter
-
Peat
Apabila kita membakar batubara dengan
free grate, maka panjang nyala yang dihasilkan, tergantung besarnya kandungan
volatile matter nya. Batubara dengan kadar volatile matter yang tinggi, akan
menghasilkan nyala yang panjang diatas grate fire dan batubara dengan kadar
volatile matter yang rendah, akan menghasilkan nyala yang pendek. Oleh
karenanya antrasit biasa disebut dengan short flaming coal dan bitumine sebagai
long flaming coal.
Akan tetapi batubara akan menghasilkan
hasil yang berbeda bila dibakar dalam bentuk batubara halus didalam tanur
putar. Long flaming coal bila dibakar dalam tanur putar sebagai batubara halus
akan terurai dengan segera dan volatile matter yang menguap akan terbakar
dengan cepat. Sedangkan partikel coke yang sudah tersegregasi akan mempunyai
luas permukaan yang sangat besar sehingga serbuk batubara dapat terbakar secara
cepat. Hal ini yang menyebabkan long flaming coal didalam tanur putar akan
terbakar hanya dalam daerah yang pendek dari tanur atau dengan kata lain akan
menghasilkan nyala pendek. Short flaming coal mengandung sedikit volatile
matter, bila dibakar dalam tanur putar sebagai batubara halus akan terurai
secara lambat, sehingga akan terbakar dalam jarak yang lebih panjang.
Dengan demikian, batubara yang disebut
short flaming coal bila dibakar sebagai batubara halus didalam tanur putar,
akan menghasilkan nyala yang panjang. Operasi pembakaran dalam tanur putar
membutuhkan pembakaran dengan suhu nyala yang sangat tinggi, karena proses
klinkerisasi memerlukan suhu material sekitar 1450 0C. disamping itu suhu nyala
yang lebih tinggi akan menghasilkan heat transfer yang lebih besar. Kedua hal
ini sangat berpengaruh dalam hal efektifitas dan efesiensi operasi pembakaran
dalam tanur putar. Walaupun antrasit memiliki nilai kalor yang tinggi,
penggunaannya sebagai bahan bakar dalam tanur putar kurang disukai, karena
antrasit menghasilkan nyala yang lebih panjang dengan suhu yang relative lebih
rendah.
Demikian juga lignit, yang disamping
mempunyai kandungan volatile matter yang tinggi dan heating value rendah, tidak
disukai karena akan menghasilkan suhu nyala yang lebih rendah. Bitumine adalah
jenis batubara yang lebih disukai pemakaiannya sebagai bahan bakar dalam tanur
putar, karena mempunyai kandungan volatile matter yang cukup, tetapi nilai
kalornya relative tinggi.
Oleh karena itu bitumine dapat
menghasilkan suhu nyala yang lebih tinggi. Akan tetapi bitumine yang
berkandungan abu lebih besar (akibat adanya impurities yang biasanya dari clay
dan sebagainya) atau berkandungan air yang tinggi juga tidak disukai, karena
hal-hal tersebut akan menurunkan suhu nyala disamping membutuhkan juga excess
air yang lebih besar. Hal ini akan mengakibatkan rendahnya efektifitas dan
efisiensi operasi pembakaran dalam tanur putar.
Sebenarnya secara teoritis diharapkan
bituminous coal yang bersih dari non combustible material akan menghasilkan
suhu nyala yang pendek dan lebih tinggi dibandingkan dengan fuel oil dan
natural gas. Tetapi pada prakteknya kandungan non combustible material baik
berupa ash atau moisture tidak dapat dihindarkan, sehingga membutuhkan operasi
dengan excess air yang lebih tinggi dan membutuhkan primary air (yang suhunya
rendah) yang lebih besar.
Hal ini akan menurunkan suhu nyala
disamping memperbesar flow rate gas bakar yang mengakibatkan lebih pendeknya
retention time gas dalam tanur putar dari preheater system dan akan menurunkan
heat transfer rate, yang berarti akan memperbesar terbuangnya panas melalui
preheater gas.
2.4 Persyaratan Mutu Batubara Dalam
Industri Semen
Pada dasarnya semua jenis batubara dapat
dipakai sebagai bahan bakar dalam tanur putar. Dapat disimpulkan bahwa persyaratan
mutu batubara yang dibutuhkan oleh industry semen unit operasi dengan
efektifitas yang cukup tinggi yaitu :
a. Nilai
bakar net cukup tinggi, yaitu > 6.000 cal/gr
b. Volatile
matter medium, maksimum 36-42%
c. Total
moisture, maksimum 12%
d. Kadar
abu maksimum 6%
e. Kadar
sulphur maksimum 0,8%
f. Kadar
alkali dalam abu, maksimum 2%
g. Ukuran
batubara (raw coal)
- Diatas saringan 100 mm = 0%
- 100 mm – 50 mm = 70%
- 50 – 25 mm = 25%
- 25 – 15 mm = 15%
- Lolos 15 mm = 0%
- Diatas saringan 100 mm = 0%
- 100 mm – 50 mm = 70%
- 50 – 25 mm = 25%
- 25 – 15 mm = 15%
- Lolos 15 mm = 0%
h. Variasi
kualitas diatas tidak lebih dari 10%
Batubara dengan kualitas yang tidak
memenuhi persyaratan diatas akan menghasilkan produktifitas yang lebih rendah,
persyaratan-persyaratan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
-
Nilai bakar net minimal 6.000 cal/gr,
Volatile matter medium, maksimum 36-42%, Kadar abu maksimum 8%, dimaksudkan
agar pemakaian batubara tersebut dalam tanur putar, dapat menghasilkan
target-target yang diharapkan pada operasi pembakaran.
-
Total moisture maksimal 12% dan kadar
abu maksimal 6% serta ukuran batubara sesuai ukuran, dimaksudkan agar tidak
menyulitkan pada operasi handling.
-
Kadar sulphur maksimal 0,8% dan kadar
alkali pada abu maksimal 2% dimaksudkan agar tidak terjadi gangguan pada
operasi tanur putar dan tidak terjadi penurunan kualitas semen.
-
Ukuran batubara dan volatile matter juga
dimaksudkan agar tidak terjadi kebakaran selama pengumpanan, makin banyak
mengandung butiran-butiran halus, maka tumpukan batubara akan mudah terbakar.
-
Variasi kualitas 10% dari nilai-nilai
yang dicantumkan dimaksudkan agar persyaratan untuk mencapai operasi pembakaran
yang stabil dapat terpenuhi.
2.5 Penyiapan Batubara Dan Sistem Pengumpan Kedalam Kiln (Tanur)
Di antara semua bahan bakar yang umumnya
dipakai, batubaa merupakan bahan bakar yang memerlukan investasi awal yang
sangat tinggi baik untuk grinding maupun pengumpanan. Flow sheet dasar dari
instalasi batubara hamper sama di semua tingkat.
a. Penyimpanan (Stock Pilling)
a. Penyimpanan (Stock Pilling)
Sesudah di bongkar di suatu pabrik, batubara disimpan di suatu gudang penyimpanan. Perhatian utama yang harus diberikan pada tahap ini adalah mengurangi resiko self ignition dan kehilangan (looses) material selama penyimpanan. Karena salah satu karakter bahan bakar padat adalah tidak homogeny, maka sebelum digiling perlu dilakukan pre-homogenization, yang antara lain dengan cara pengaturan tumpukan dan penampian dari gudang penyimpanan. Aturan FIFO perlu dilaksanakan disini untuk mencegah batubara yang berlebihan.
b.
Primary Crushing
Primary crushing dapat dilakukan secara
open circuit atau close circuit. Kehalusan produk dari primary crushing ini
tergantung kepada macam grinding mill yang dipakai.
c.
Grinding and Drying (Penggilingan dan Pengeringan)
Untuk batubara yang mempunyai kadar air
di bawah 20%, pengeringannya dilakukan pada coal mill. Untuk batubara yang
kadar airnya lebih dari 20%, biasanya ada alat pengering tambahan sebelum coal
mill. Coal mill dibedakan dalam dua tipe, yaitu :
-
Ball mill/Tube mil
- Vertical
mill, yang dioperasikan secara open circuit dan close circuit
-
Umpan batubara yang tidak lancer
-
Ketidaklancaran pengumpanan menyebabkan
material kasar (kering) yang kembali dari separator, akan langsung kontak
dengan udara panas
-
Perubahan kadar air batubara yang
terlalu besar
-
Kadar air produk terlalu rendah, jauh
dibawah inherent moisturenya
Resiko-resiko peledakan tersebut
diperbesar oleh kandungan volatile matter yang tinggi dari batubara.
Pengendalian operasi coal mill didasarkan pada desain kehalusan batubara yang
telah diperhitungkan sesuai kebutuhan pembakaran dalam tanur putar.
d. Penangkapan Debu
Penangkapan debu batubara umumnya dilakukan dengan filter atau electrostatic presipitator. Untuk mengurangi kehilangan material, alat penangkap debu ini harus dijaga agar beroperasi secara optimal. Yang harus diperhatikan di sini adalah debu yang halus cenderung menyebabkan reaksi peledakan. Campuran batubara atau udara akan explosive dalam daerah konsentrasi tertentu. Beberapa ahli menyebutkan bahwa interval 40-150 g/Nml3 sebagai daerah kritis untuk terjadinya peledakan tersebut, yang biasanya terjadi di saat start up atau stop peralatan.
e.
System Pengumpanan Batubara Halus Ke dalam Tanur Putar
System pengumpanan batubara halus ke
dalam tanur putar dapat dibedakan sebagai berikut : Direct system, Semi
indirect system, Indirect system.
Pada direct system, semua batubara yang
dihasilkan di grinding mill langsung diumpankan kedalam tanur putar bersama
udara pengeringnya. Pada semi indirect system, batubara dari mill untuk
sementara disimpan dalam intermediate silo sebelum diumpankan ke dalam tanur
putar. Untuk system ini ada dua macam versi yang tergantung pada kadar air
batubara. Yang mempunyai kadar air rendah, udara pengering dari mill sebagian
diinjeksikan ke tanur putar sebagai udara primer, dan sebagian disirkulasikan
ke mill. Bila kadar air tinggi, sebagian gas dari mill dikeluarkan melalui alat
penangkap debu.
Pada indirect system, semua batubara
dari mill di simpan di intermediate silo sebelum diumpankan, dan gas dari mill
tidak diumpankan ke tanur putar sebagai udara primer, kecuali bila diinginkan.
f. Operasi Pemakaian Batubara Pada Tanur Putar
Dalam pemakaian batubara sebagai bahan
bakar dalam operasi tanur putar, terdapat beberapa hal yang spesifik yang perlu
diperhatikan yaitu :
a. Pemakaian Udara Primer
a. Pemakaian Udara Primer
Udara primer berperan antara lain
sebagai :
-
Sarana transportasi untuk injeksi batubara
ke dalam tanur putar
-
Suatu alat pengendali nyala
Dengan demikian udara primer yang
temperaturnya rendah ini, maka udara pembakaran yang terdiri dari primary air
dan secondary air, akan mempunyai temperature campuran relative rendah. Oleh
karena itu sebenarnya secara ekonomis pemakaian udara primer ini kurang
menguntungkan. Di dalam operasi pemakaian batubara, pemakaian udara primer ini
dapat berkisar antara 15-20% dari kebutuhan udara pembakaran.
b. Pemakaian Excess Air Yang Besar
Berdasarkan teori kinetika reaksi, bahan
bakar gas dan cair lebih reaktif dengan oksigen, dibandingkan oksigen dengan
batubara. Hal ini mudah dimengerti karena pembakaran batubara akan melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut :
-
Perpindahan panas dari burning zone ke
partikel batubara secara konveksi dan radiasi
-
Perpindahan panas melalui lapisan abu
yang bersifat isolator menuju front oksidasi secara konduksi
-
Reaksi kimia antara C, S, H2 dengan H2,
CO, H2O dan SO2
-
CO2, SO2, CO dan H2 berdifusi dari front
oksidasi ke bagian luar partikel batubara
-
Abu pembungkus sekeliling partikel
batubara terdekomposisi secara termis dan mekanis.
Oleh karena itu untuk mencapai
kesempurnaan pembakaran yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar
diperlukan excess air yang relative besar. Dengan pemakaian udara yang lebih
besar ini, maka akan dihadapkan pada permasalahan :
-
Kerugian panas karena terserap oleh kelebihan
udara tersebut
-
Transfer panas antara udara dan material
di dalam kiln kurang sempurna, karena waktu tinggal udara panas yang relative
rendah
c.
Kandungan Air Dalam Batubara
Air yang terdapat dalam batubara, baik
sebagai inherent moisture maupun sebagian kecil moisture yang lain, tentunya
akan merugikan karena mengurangi panas yang dihasilkan.
d.
Stabilitas Umpan
Karena batubara merupakan bahan bakar
dalam bentuk powder (bubukan) maka sangat sulit diperoleh kondisi pengumpanan
yang benar-benar stabil ke dalam kiln. Ketidakstabilan umpan ini berarti
ketidakstabilan panas didalam kiln, akan mengakibatkan ketidakstabilan coating
sebagai pelindung batu tahan api. Dengan demikian akan mengakibatkan umur batu
yang relative pendek.
e.
Impurities dalam Batubara
Bila proses pencucian batubara tidak
baik, maka akan ditemui impurities (misal clay). Dengan adanya impurities ini,
tentunya akan mengacaukan jumlah umpan panas ke dalam tanur putar.
2.6 Pencemaran
Lingkungan
Untuk mencapai kesempurnaan pembakaran
batubara, diperlukan excess air yang relative banyak, sayangnya bahwa dengan
excess air yang lebih tinggi mengakibatkan temperature di dalam kiln akan lebih
rendah. Oleh karena itu dalam kenyataan praktek sering ditemukan bahwa proses
reaksi pembakaran belum berlangsung sempurna, meskipun gas telah keluar dari
suspension preheater. Hal ini ditunjukan dengan adanya kandungan CO dari gas
tersebut. Bahkan tidak terjadi, terutama pada saat heating up, atau adanya
fluktuasi umpan batubara yang cukup besar, gas keluar cerobong pun masih
berwarna hitam. Hal ini menunjukan bukan hanya CO saja yang terkandung dalam
gas tersebut, melainkan batubara yang belum terbakar.
Apabila kandungan gas CO dari gas menuju
electro precipator sebagai alat penangkap debu lebih besar dari 0,6%, maka
untuk menghindari peledakan, alat penangkap debu ini akan off sehingga dengan
demikian tidak ada penangkapan debu, yang berarti sekitar 7% dari umpan raw
meal akan terbang bersama-sama gas yang keluar cerobong, yang tentunya
menimbulkan masalah-masalah antara lain :
-
Pencemaran udara, baik debu maupun gas
CO
-
Kerugian karena hilangnya material
Proses reaksi pembakaran batubara ini
akan berkelanjutan hingga diseluruh saluran gas panas, mengakibatkan
temperature gas tersebut bias sangat tinggi. Dalam kondisi seperti ini tidak
jarang mengakibatkan kerusakan impeller dari fan yang dilalui atau kerusakan
expansion joint dari ducting atau terhadap ducting itu sendiri.
Resiko-resiko pencemaran lingkungan, kehilangan material dan kerusakan peralatan ini dapat dikurangi atau dihindari antara lain dengan cara :
Resiko-resiko pencemaran lingkungan, kehilangan material dan kerusakan peralatan ini dapat dikurangi atau dihindari antara lain dengan cara :
-
Mengusahakan kesempurnaan pembakaran di
burning zone dalam kiln dengan memahami kinetika proses pembakaran-
-
Perencanaan system kiln dan injeksi
batubara yang baik
Hal tersebut diatas akan merupakan
sumber pencemaran lingkungan melalui gas buang, disamping itu sumber pencemaran
lain terjadi selama penyimpanan dan selama operasi eksploitasi dan preparasi
batubara, juga terjadi kebocoran-kebocoran yang menimbulkan pencemaran lingkungan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Batubara adalah bahan galian yang
terbentuk dari sisa tumbuhan sebagai bahan bakar. Materi pembentuk Batubara
adalah Alga, Silofita, Pteridofita, Gimnospermae, dan Angiospermae.
2. persyaratan
mutu batubara yang dibutuhkan oleh industry semen unit operasi dengan efektifitas
yang cukup tinggi yaitu :
a. Nilai bakar net cukup tinggi, yaitu > 6.000 cal/gr
b. Volatile matter medium, maksimum 36-42%
c. Total moisture, maksimum 12%
d. Kadar abu maksimum 6%
e. Kadar sulphur maksimum 0,8%
f. Kadar alkali dalam abu, maksimum 2%
g. Ukuran batubara (raw coal)
a. Nilai bakar net cukup tinggi, yaitu > 6.000 cal/gr
b. Volatile matter medium, maksimum 36-42%
c. Total moisture, maksimum 12%
d. Kadar abu maksimum 6%
e. Kadar sulphur maksimum 0,8%
f. Kadar alkali dalam abu, maksimum 2%
g. Ukuran batubara (raw coal)
3. System
pengumpanan batubara ke dalam tanur putar dapat dibedakan sebagai berikut :
- Direct system
- Semi indirect system
- Indirect system
- Direct system
- Semi indirect system
- Indirect system
3.2
Saran
Pemanfaatan batu
bara dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak, khususnya di industri semen.
Akan tetapi kurangnya pengawasan pemerintah terhadap pengolahan batu bara di
industri semen, menyebabkan sebagian perusahaan menjadi nakal dalam pengolahan
batu bara sehingga menimbulkan resiko pencemaran lingkungan. Resiko pencemaran lingkungan dapat dikurangi atau
dihindari antara lain dengan cara :
-
Mengusahakan kesempurnaan pembakaran di
burning zone dalam kiln dengan memahami kinetika proses pembakaran
-
Perencanaan system kiln dan injeksi
batubara yang baik
No comments:
Post a Comment